Minggu, 24 Agustus 2008

Kebebasan Menggugat




Di negeri yang beradab setiap orang, siapapun bebas, bebas berbicara, bebas berbuat, bebas secara beradab. Bebas menggugat, mengeritik, mengecam, mengoreksi, meluruskan apapun, siapapun. Bebas menggugat, mengeritik Tuhan, Nabi, Kitab Suci, agama, kepercayaan, keyakinan, konstitusi, undang-undang, hukum, jabatan, profesi, tokoh, negara, sistem, ideologi, dan lain-lain. Namun tak bebas menghina, mencela, mencerca, mencaci, memaki, melecehkan Tuhn, Nabi, Kitab Suci, agama, kepercayaan, keyakinan, konstitusi, undang-undang, hukum, jabatan, profesi, tokoh, negara, sistem, ideologi, dan lain-lain.


Kritik, kecaman membuat dinamis, kreatif, mendatangkan kemajuan, perkembangan. Sedangkan penghinaan, celaan, cacian, membuat cekcok, pertengkaran, perkelahian, tawuran, keresahan, kerusuhan, kekacaauan. Segala perbedaan pendapat, perbedaan pemahaman di negeri beradab diselesaikan secara beradab dengan akal, otak, bukan dengan okol, otot. Negeri beradab memaksakan kehendaknya melalui perundingan, diplomasi, bukan dengan senjata, militer.


“Dan katakanlah : Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir” (QS 18:29).


“Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang alQur:anda yang Kami wahyukn kepada hamba Kami (Muhammad) buatlah satu surat yang semisal alQur:anda itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar” (QS 2:23).


“Janganlah satu sama lain saling mengolok-olokkan, saling panggil-memanggil dengn gelaran yang buruk” (simak QS 49:11).


“Janganlah satu sama lain saling berprasangka buruk, saling mencari-cari kesalahan, saling menggunjing” (simak QS 49:12).


“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dngan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS 6:108).


“Dan janganlah kamu erdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik” (QS 29:46).


“Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepadaNya kita kembali” (QS 42:15).


Sistem IPOLEKSOSBUD bebas dikritisi. Pemilihan Presiden sekali lima tahun atau sekali empat tahun. Presiden harus dibantu dengan wakil Presiden ataukah tanpa Presiden. Pemilihan Presiden serentak dengan Pemilihan DPR ataukah tak harus serentak. Bentuk negara apakah harus negara kesatuan ataukah negara serikat. Bentuk lembaga legislatif mana yang sesuai dengan negara kesatuan, apakah bi kameral ataukah uni kameral. Sistem hukum yang mana yang sesuai dengan negara Indonesia kini, apakah sistim Belanda (Kontnental) ataukah sistem Inggeris (Anglo-Sakson). Sisitem pendidikan dan kurikulum sekolah yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia masa kini, apakah sistim pendidikan Belanda (Kontinental) ataukah sistim Inggeris (Anglo-Sakson).


Dalam acara debat di TVONE pada hari Kamis, 3 Juli 2008 berlangsung debat sengit antara seorang pakar Sosiologi dan seorang anggota DPR. Keduanya sam-ama Muslim. Sang pakar Sosiologi ngotot menyatakan bahwa tak ada satu ayatpu yang memerintahkan mendirikan negara Islam. Sang anggota DPR tak kalahnya menyatakan tak ada seorangpu warganegara Indonesia yang berkeinginan mendirikan negara Islam. Pernyataan keduanya sangat menguntungkan yang anti Islam sebagai kebijakan politik. Apakah memang benar ajaran Qur:anda dan Sunnah Rasulullah itu sama sekali tak menghendaki berdirinya negara Islam ? Negara Islam atau apapun namanya adalah negara yang memberlakukan hukum-hukum Allah. Apakah memang takada perintah Allah untuk menegakkan hukum-hukum Allah, baik secara perorangan, bermasyarakat, maupun bernegara.


Islam mengajarkan agar selalu konsekwen, istiqamah melaksanakan hak-hak Allah, baik secara perorangan, bermasyarakat, maupun bernegara. Namun Islam dalam mengwujudkan semuanya itu tanpa memaksa. Islam sangat menghormati kebebasan, tidak memaksakan kehendak. Perjuangan Islam itu sangat situsional. Sesuai situasinya, pada perjanjian damai Hudaibiyah, Islam sama sekali tak memaksakan pendapatnya. Konstitusi adalah juga bentuk perjanjian. Pada Konstitusi RI, UUD-1945, Islam pun tak memaksakan pendapatnya. Namun Islam tak pernah mengkhianati tujuan perjuangannya.


(BKS0808221510).



Tidak ada komentar: